Bunuh Diri dalam Paradigma Islam (Bag. 1)
Dinamika kehidupan saat ini tidak bisa dipungkiri memang sarat akan tekanan dan polemik dalam banyak hal, mulai dari asmara, pendidikan, hubungan sosial, ekonomi, dan sebagainya. Perbincangan soal fenomena bunuh diri pun makin marak dan menjadi tren stres, bahkan tak jarang memenuhi judul-judul berita yang dibawakan oleh banyak media mainstream.
Mirisnya adalah bahwa fenomena bunuh diri ini terjadi di tengah-tengah kalangan umat muslimin, tentu hal ini sangat bertentangan dengan ajaran yang dibawakan Islam. Lantas, bagaimana Islam memandang dan menyikapi bunuh diri?
Dalil terkait
Perlu kita ketahui bahwa dalam Al-Qur’an dan As-Sunah, ada banyak dalil terkait bunuh diri, yang mengindikasikan bahwa perkara bunuh diri bukanlah suatu hal yang baru dalam Islam, bahkan sudah ditunjukkan dalam berbagai dalil syar’i. Di antara dalil-dalil itu adalah firman Allah Ta’ala,
ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًۭا وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ عُدْوَٰنًۭا وَظُلْمًۭا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًۭا ۚ وَكَانَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرًا
“… dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan cara melanggar hukum dan zalim, akan Kami masukkan dia ke dalam neraka. Yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS. An-Nisa: 29-30)
Dalam sebuah hadis diriwayatkan,
أنَّه ﷺ قال لعمرِو بنِ العاصٍ وقد تيمَّم عن الجنابةِ من شدَّةِ البرْدِ، يا عمرُو، صلَّيْتَ بأصحابِك وأنت جُنبٌ؟ فقال عمرٌو: إنِّي سمِعت اللهَ يقولَ: وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ الآيةَ، فضحِك النَّبيُّ ﷺ ولم يُنكِرْ عليه
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Amr bin Ash yang melakukan tayamum junub (alih-alih mandi) karena disebabkan dingin yang ekstrem, “Wahai Amr, apakah kamu salat bersama sahabat-sahabatmu dalam keadaan junub?” Amr menjawab, “Sesungguhnya aku mendengar Allah berfirman, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu” (QS. An-Nisa: 29).” Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tertawa dan tidak mengingkari jawabannya.
Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
مَن قَتَلَ نَفْسَهُ بحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ في يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بها في بَطْنِهِ في نارِ جَهَنَّمَ خالِدًا مُخَلَّدًا فيها أبَدًا، ومَن شَرِبَ سُمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهو يَتَحَسّاهُ في نارِ جَهَنَّمَ خالِدًا مُخَلَّدًا فيها أبَدًا، ومَن تَرَدّى مِن جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهو يَتَرَدّى في نارِ جَهَنَّمَ خالِدًا مُخَلَّدًا فيها أبَدًا.
“Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan sebuah pisau yang tajam, maka kelak pisau tajam itu akan berada di tangannya, dan ia akan menusukkannya ke dalam perutnya di neraka Jahanam selamanya. Dan barangsiapa yang meminum racun hingga membunuhnya, maka kelak ia akan menenggak racun itu di dalam neraka Jahanam selamanya. Dan barangsiapa yang terjun dari atas gunung hingga membunuhnya, maka kelak ia akan menerjunkan dirinya ke dalam neraka Jahanam dan selamanya berada di sana.” (HR. Muslim no. 109 dan Bukhari no. 5778)
Dan masih banyak lagi dalil terkait bunuh diri, setidaknya dalil-dalil di atas sudah cukup memberi perspektif pada kita bahwa Islam menaruh perhatian pada perkara bunuh diri dan tidak menutup mata akan hal tersebut.
Hukum bunuh diri
Bunuh diri yang mempunyai dalil-dalil syar’i terkait, berarti juga ia memiliki hukum. Lantas apa hukumnya bunuh diri dalam Islam?
Para ulama telah berijmak (bersepakat) bahwa bunuh diri adalah haram, dengan berlandaskan beberapa dalil serta segi pendalilan dan poin argumentasi berikut ini:
Dalil pertama
Sebagaimana ayat yang sudah dibawakan di awal, yaitu pada Surah An-Nisa: 29, firman Allah Ta’ala,
وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu …”
Terdapat beberapa penafsiran oleh ulama terkait membunuh diri sendiri pada ayat ini, di antaranya adalah:
1) Bunuh diri sebagaimana yang kita pahami, yaitu seseorang membunuh dirinya sendiri dan ini hukumnya haram. Hal ini karena kalimat larangan pada dalil syar’i, sebagaimana pada kaidah usul fikih, pada dasarnya mengimplikasikan keharaman.
Inilah poin pendalilan yang kita garisbawahi dalam konteks pembahasan ini. Namun, untuk dapat memahami maksud ayat lebih mendalam, kita sebutkan juga beberapa pandangan lain dalam penafsiran makna “membunuh diri” dalam ayat ini.
2) Ada pula yang mengartikannya sebagai larangan untuk membunuh sesama manusia, terlebih lagi jika satu agama, sesama muslim. Di antara yang mengatakan seperti ini adalah ‘Atha bin Rabbah.
3) Abu Ubaidah berpendapat bahwa termasuk ke dalam kategori ini yaitu “membawa diri kepada kebinasaan”. Misalnya, ketika seseorang membebani dirinya dengan suatu amalan yang pada kondisi normal tidak masalah, tetapi dalam suatu kondisi justru bisa menimbulkan kemudaratan, bahkan sampai kematian. Ini sebagaimana yang dilakukan sahabat ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, jikalau ia mandi junub dengan air pada saat itu dengan cuaca dingin yang ekstrem, hal itu justru dapat membunuhnya. Dan ini dibenarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga dapat dijadikan dalil.
4) Selain itu, membunuh diri sendiri dapat berarti melakukan dosa-dosa dan perbuatan yang diharamkan oleh Allah. Karena adanya maksiat dan dosa akan berakibat pada sakitnya hati, bahkan sampai hati menjadi mati, dan orang yang hatinya sudah mati ibarat tidak ada bedanya dengan orang mati.
Dalil kedua
Allah Ta’ala juga berfirman dalam ayat yang lain,
وَلَا تَقْتُلُوا۟ ٱلنَّفْسَ ٱلَّتِى حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلْحَقِّ ۗ
“Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar.” (QS. Al-Isra: 33)
وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ ۛ
“… dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri …” (QS. Al-Baqarah: 195)
Dalam kedua ayat ini, secara tegas terdapat larangan bunuh diri yang di-nash-kan dalam lafaz umum. Nafs (jiwa) itu dilarang dibunuh, baik itu orang lain maupun diri sendiri, kecuali dengan kondisi dan alasan yang dibenarkan oleh syariat. Adapun tahlukah (kebinasaan), yang termasuk ke dalam “kebinasaan” adalah kematian. Kita dilarang mengantarkan diri kita sendiri ke dalam kematian, yang merupakan kebinasaan, sebagaimana yang didalilkan dalam ayat.
Dalil ketiga
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الَّذِي يَخْنُقُ نَفْسَهُ يَخْنُقُها في النّارِ، والذي يَطْعُنُها يَطْعُنُها في النّارِ
“Barangsiapa yang mencekik dirinya (sampai mati), niscaya ia akan terus mencekiknya di neraka. Dan barangsiapa yang menikam dirinya, ia juga kelak akan terus menikam dirinya seperti itu di neraka.” (HR. Bukhari no. 1365 dan Muslim no. 109)
Hadis ini, juga hadis dalam versi yang lebih panjang yang telah dibawakan di awal, menyebutkan beberapa contoh variasi upaya bunuh diri seperti mencekik, menikam, menenggak racun, dan terjun bebas. Hampir setiap orang yang bunuh diri melakukannya dengan salah satu cara itu, sebut saja gantung diri, maka ia termasuk ke dalam kategori mencekik.
Ancaman dengan neraka saja sudah menunjukkan keharaman suatu perbuatan, belum lagi ancaman yang diperjelas. Dalam kasus ini adalah suatu lingkaran penderitaan yang terus berulang, ketika orang yang bunuh diri akan terus mendapat siksaan dengan bagaimana ia membunuh dirinya.
Apakah bunuh diri dengan selain upaya yang disebutkan dalam hadis berarti diperbolehkan? Tentu saja tidak, karena hadis lain juga menyebutkan ancaman bunuh diri dalam narasi yang lebih umum, yaitu:
Dalil keempat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan sahabat Tsabit bin Ad-Dhahhak radhiyallahu ‘anhu,
من قتل نفسه بشَيْءٍ عُذْبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka dengan itu pula ia akan diazab pada hari kiamat kelak.” (HR. Bukhari no. 6047 dan Muslim no. 110)
Lihatlah, Islam benar-benar serius mengecam perilaku bunuh diri, sampai-sampai selain diharamkan, pelakunya juga akan terjebak dalam siksaan di akhirat karena ulahnya sendiri ketika di dunia. Ini sebagai refleksi atas realitas bahwa suatu tindakan itu akan menentukan nasib, baik ketika di dunia maupun di akhirat.
Dalil kelima
Dalam hadis yang lain, yang diriwayatkan oleh sahabat Jundub bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كانَ برَجُلٍ جِراحٌ، فَقَتَلَ نَفْسَهُ، فقالَ اللَّهُ: بَدَرَنِي عَبْدِي بنَفْسِهِ حَرَّمْتُ عليه الجَنَّةَ
“Tersebutlah ada seorang lelaki yang terluka, ia lalu membunuh dirinya. Maka Allah pun berfirman, ‘Hamba-Ku telah terburu-buru (mendahului ketetapan-Ku), maka Aku pun mengharamkan surga baginya’.” (HR. Bukhari no. 1364, Ahmad no. 18800, Ar-Ruyani dalam “Musnad”-nya no. 961, dan Al-Baihaqi no. 5977)
Dengan adanya hadis ini, bulat sudah keharaman bunuh diri, selain diancam neraka dan siksaannya, juga diancam dengan diharamkannya dari surga. Tentu ini semua bukan ancaman yang main-main. Bunuh diri bukanlah suatu perkara ringan dalam agama Islam, karena termasuk mendahului ketetapan Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang terakhir.
Semua ayat dan hadis ini merujuk kepada haramnya bunuh diri dalam Islam. Disebutkannya dalil-dalil ini tidak berarti tidak ada dalil lain lagi terkait bunuh diri, bahkan banyak. Akan tetapi, yang disebutkan di atas semuanya dirasa cukup dan mewakili untuk memperjelas keharaman dan betapa seriusnya Islam mengecam pelaku bunuh diri.
Maka dengan mengetahui hukum bunuh diri yang tentunya didasarkan oleh berbagai dalil syar’i, sebagai bentuk ber-Islam secara kaffah, perilaku kita adalah menjauhinya, tidak membenarkannya, dan untuk jangan sekali-sekali berpikir untuk melakukannya. Hal ini karena bunuh diri sejatinya tidak membebaskan kita dari penderitaan, sama sekali tidak, justru malah membuat kita berputar-putar terus dalam lingkaran setan upaya bunuh diri dan tempatnya di neraka.
Semoga Allah melindungi kita seluruh umat muslimin, terkhusus generasi yang sedang menelan asam-pahit kehidupan, dengan menjauhkan dari perilaku rendahan bunuh diri dan segala yang menghantarkan kepada hal itu.
[Bersambung]
***
Penulis: Abdurrahman Waridi Sarpad
Artikel Muslim.or.id
Artikel asli: https://muslim.or.id/103486-bunuh-diri-dalam-paradigma-islam-bag-1.html